1.2
Konsep
Dasar Self Efficacy
1.2.1
Definisi Self
Efficacy
Albert Bandura (dalam Baron dan Byrne, 2004) mencetuskan teori tentang
efikasi diri (self efficacy), yaitu
perasaan akan kemampuan kita dalam mengerjakan suatu tugas, perasaan bahwa diri
kita kompeten dan efektif (Ariswanti, 2016).
Menurut Bandura self efficacy
adalah keyakinan yang dipegang seseorang tentang kemampuannya dan juga hasil
yang akan ia peroleh dari kerja kerasnya mempengaruhi cara mereka berprilaku
(dalam Anggrosowani, 2019).
Menurut Alwisol mendefinisikan self
efficacy adalah penilaian, apakah dapat melakukan tindakan yang baik dan
buruk, tepat atau salah, bisa atau tidak mengerjakan sesuai dengan
dipersyaratkan. Efficacy ini berbeda
dengan aspirasi (cita-cita), karena cita-cita menggambarkan sesuatu yang ideal
yang seharusnya dapat dicapai, sedangkan efficacy
menggambarkan penilaian kemampuan diri (dalam Anggrosowani, 2019).
Sedangkan menurut Feist menyatakan bahwa self efficacy sebagai “keyakinan individu bahwa mereka mampu untuk
melakukan suatu tindakan yang akan menghasilkan sesuatu yang diharapkan”.
Manusia bertindak dalam situasi bergantung pada hubungan timbal balik dari
prilaku, lingkungan, dan kondisi kognitif, terutama faktor-faktor kognitif yang
berhubungan dengan bahwa mereka mampu atau tidak mampu melakukan suatu tindakan
untuk menghasilkan pencapaian yang diinginkan dalam suatu situasi (dalam
Anggrosowani, 2019).
1.2.2 Dimensi
Self Efficacy
1.
Dimensi
tingkat (Level / Magnitude)
Dimensi ini mengacu pada derajat kesulitan tugas
individu, yang mana individu merasa mampu untuk melakukannya. Penelitian self efficacy pada setiap individu akan
berbeda-beda, baik pada saat menghadapi tugas yang mudah atau tugas yang sulit.
Ada individu yang memiliki self efficacy
tinggi hanya pada tugas yang bersifat mudah dan sederhana, namun ada pula yang
memiliki self efficacy tinggi pada
tugas yang bersifat sulit dan rumit. Individu dapat merasa mampu melakukan
suatu tugas mulai dari tugas yang sederhana, agak sulit, dan teramat sulit.
Hal ini akan disesuaikan dengan batas kemampuan yang dirasakan untuk memenuhi
tautan perilaku yang dibutuhkan bagi masing-masing tingkat tuntutan tugas dapat
dikalsifikasikan berdasarkan tingkat kepandaian/kecerdikan, usaha, ketepatan,
prokdutifitas, dan pengaturan diri (self
efficacy). Mengingat pentingnya program pap smear sebagai upaya pencegahan
kanker serviks PUS/LC dapat atau tidak melakukan pemeriksaan tersebut
berdasarkan keyakinan masing-masing.
2.
Dimensi
kekuatan (strenght)
Dimensi ini menunjuk pada beberapa yakin individu dalam
menggunakan kemampuannya pada pengerjaan tugas. Dengan self efficacy, kekuatan untuk usaha yang lebih besar mampu di
dapat. Individu yang memiliki keyakinan yang kurang kuat untuk menggunakan
kemampuan yang dimilikinya dapat dengan mudah menyerah apabila menghadapi
hambatan dalam menyelesaikan suatu tugas. Sebaliknya, individu yang memiliki
keyakinan yang kuat akan kemampuannya akan terus berusaha meskipun menghadapi
satu hambatan. Dengan adanya motivasi dalamdiri (niat) LC dalam upaya
pencegahan penyakit kanker serviks dan berbagai dukungan dari keluarga
(terutama suami), teman, atau petugas kesehatan setempat tentunya akan mampu
menjalani pap smear.
3.
Dimensi
Generalitasi (Generality)
Generalty menjelaskan keyakinan individu untuk menyelesaikan
tugas-tugas tertentu dengan tuntas dan baik. Disini setiap individu memiliki
keyakinan yang berbeda-beda sesuai dengan tugas-tugas yang dilakukan bisa
berbeda dan tergantung dari persamaan
derajat aktivitas, kemampuan yang di ekspresikan dalam hal tingkah laku,
pemikiran dan emosi, kualitas dari situasi yang ditampilkan dan sifat individu
dalam tingkah laku secara langsung ketika menyelasaikan tugas. Dengan melihat
pengalaman (hasil tes) dari orang lain serta pengetahuan yang cukup akan
menimbulkan keberanian akan pemeriksaan pap smear dengan rutin tanpa adanya
suatu paksaan.
1.2.3
Sumber-Sumber Terbentuknya Self
Efficacy
Berdasarkan teori self
efficacy Bandura (dalam Anggrosowani, 2019) menyebutkan keyakinan efficacy turut berkembang sepanjang
hayat. Self efficacy pribadi itu
didapatkan, dikembangkan atau diturunkan melalui salah satu atau dari kombinasi
dari empat sumber berikut :
1.
Pengalaman
Penguasaan
Keberhasilan membangun keyakinan yang kuat akan
kemanjuran pribadi seseorang. Kegagalan merusaknya, terutama jika kegagalan
terjadi sebelum rasa kemanjuran mapan. Jika orang hanya mengalami kesuksesan
yang mudah, mereka datang untuk mengharapkan hasil yang cepat dan mudah berkecil hati karena kegagalan. Rasa kemanjuran yang tangguh membutuhkan
pengalaman dalam mengatasi hambatan melalui upaya gigih. Tujuan dalam
mengajarkan bahwa kesuksesan biasanya membutuhkan upaya yang berkelanjutan.
Setelah orang menjadi yakin mereka memiliki apa yang diperlukan untuk berhasil,
mereka bertahan dalam menghadapi kesulitan dan dengan cepat rebound dari kemunduran. Dengan bertahan
melalui masa-masa sulit, mereka muncul lebih kuat darinya kesulitan.
2.
Model
Sosial
Melalui penglaman perwakilan yang disediakan oleh model
sosial. Melihat orang yang mirip dengan dirinya berhasil oleh upaya
berkelanjutan menimbulkan keyakinan bahwa mereka juga memiliki kemampuan yang
sebanding untuk berhasil. Dengan cara yang sama, mengamati kegagalan orang lain
meskipun upaya yang tinggi menurunkan penilaian pengamat atas kemanjuran mereka
sendiri dan melemahkan upaya mereka. Dampak pemodalan pada persepsi self efficacy sangat dipengaruhi oleh
kesamaan yang dirasakan dengan model. Itu semakin persuasif keberhasilan dan
kegagalan model. Jika orang melihat model sangat berbeda dari diri mereka yang
dirasakan self efficacy mereka tidak
banyak dipengaruhi oleh prilaku model dan hasil yang dihasilkannya. Pengaruh
pemodalan lebih dari sekedar memberikan standar sosial yang dapat digunakan
untuk menilai seseorang untuk kemampuan diri sendiri.
3.
Persuasi
Verbal
Cara ketiga untuk memperkuat self efficacy adalah dengan persuasi verbal. Persuasi verbal
berhubungan dengan dorongan atau hambatan yang diterima oleh seseorang dari
lingkungan sosial yang berupa pemaparan mengenai penilaian secara verbal dan
tindakan dari orang lain, baik secara
disengaja maupun tidak disengaja. Individu mendapat bujukan atau sugesti untuk
percaya bahwa ia dapat mengatasi dihadapinya. Persuasi verbal ini dapat
mengrahkaan individu untuk berusaha lebih gigih untuk mencapai tujuan dan
kesuksesan. Sumber yang dipercaya pengaruhnya dalam meningkatkan self efficacy, semakin dipercaya sumber
persuasi verbal maka akan semakin berpengaruh pada self efficacy begitu pun selanjutnya.
4.
Kondisi
Fisik dan Emosi
Faktor terakhir yang mempengaruhi self efficacy adalah kondisi fisik dan emosi (somatic and emotional state). Seseorang juga mengandalkan pada
kondisi fisik dan emosi untuk menilai kemampuan mereka. Reaksi stres dan ketegangan
akan dianggap sebagai tanda bahwa mereka akan memiliki performa yang buruk,
sehingga akan menurunkan self efficacy.
Dalam aktivitas yang melibatkan kekuatan dan stamina, orang akan menilai kelelahan,
dan rasa sakit mereka sebagai tanda dari kelemahan. Dalam hal ini bukan reaksi fisik
dan emosi yang penting, tetapi bagaimana mereka megetahui dan mengartikan
kondisi fisik dan emosi mereka, tetapi bagaimana mereka mengetahui dan
mengartikan kondisi fisik dan emosi mereka. Seseorang yang yakin akan kondisi
emosi dan fisik mereka akan mempunyai self
efficacy yang lebih besar, sedangkan
mereka yang ragu dengan keadaan mereka maka akan melemahkan self efficacy mereka.
1.2.4 Proses
Terjadinya Self Efficacy
Dalam penelitian Bandura pada tahun 1994 mengemukakan
bahwa terdapat empat proses psikologis dalam self efficacy yang turut berperan dalam diri manusia yaitu :
1.
Proses
Kognitif
Proses kognitif merupakan proses berfikir, di dalamnya
pemerolehan, pengorganisasian, dan penggunaan informasi. Sebagian besar tingkah
laku individu diatur oleh pemikiran mengenai tujuan yang ingin dicapai. Tujuan
tersebut dipengaruhi oleh penilaian diri mengenai kapabilitas atau kemampuan
yang dimilikinya. Perolehan informasi mengenai dunia kerja dan karir secara umum
tersebut di organisasikan oleh proses kognitif.
Keyakinan diri mempengaruhi bagaimana individu tersebut
menafsirkan keadaaan, membentuk skenario, dan memvisualisasikan masa depan yang
direncanakan. Informasi dari hasil pengorganisasian tersebut menjadi
pengetahuan dasar yang akan digunakan sebagai alternatif pilihan karirnya.
Selanjutnya individu mengevaluasinya alternatif-alternatif tersebut.
Fungsi kognitif adalah memungkinkan individu untuk memprediksikan
suatu kejadian dan mengembangkan cara untuk mengontrol hal-hal yang dapat
mempengaruhi kehidupan mereka. Untuk dapat memprediksi dan mengembangkan cara
tersebut diperlukan pemprosesan informasi melalui kognitif. Proses kognitif ini
juga dipengaruhi oleh bagaimana kepribadian yang dimiliki oleh seseorang.
Bagaimana cara pandangnya, baik itu terhadap dirinya maupun orang lain dan
kejadian disekitarnya berhubungan dengan self
efficacy seseorang dalam suatu aktivitas tertentu melalui mekanisme self efficacy.
2.
Proses
Motivasi
Kebanyakan motivasi manusia dibangkitkan melalui kognitif atau pikiran.
Individu memberi motivasi atau dorongan bagi diri mereka sendiri dan
mengarahkan tindakan melalui tahap-tahap pemikiran sebelumnya. Mereka membentuk
suatu keyakinan tentang apa yang dapat mereka lakukan. Mengantisipasi hasil
dari suatu tindakan, membentuk tujuan bagi diri mereka sendiri dan merencanakan
tindakan-tindakan yang diperlukan dalam mencapai tujuan.
3.
Proses
Afeksi
Proses afektif merupakan proses pengaturan kondisi emosi
dan reaksi emosional. Keyakinan individu akan kemampuan coping mereka, turut mempengaruhi tingkatan stress dan deprsi seseorang
saat mereka menghadapi situasi yang sulit. Persepsi self efficacy tentang
kemampuannya mengontrol sumber stress memiliki peranan akan kemampuannya untuk
mengontrol situasi cenderung tidak memikirkan hal-hal yang negatif. Mereka
cepat menyerah dalam menghadapi masalah dalam hidupnya dan merasa usahanya
tidak efektif.
Individu yang merasa dalam merasa tidak mampu mengontrol
situasi cenderung mengalami tingkat kecemasan yang tinggi, selalu memikirkan
kekurangan mereka, memandang lingkungan sekitar penuh dengan ancaman,
membesar-besarkan masalah kecil, dan terlalu cemas pada hal-hal kecil yang
sebenarnya jarang terjadi. Individu dengan self
efficacy yang sangat rendah tidak akan mencoba untuk mengatasi masalahnya,
karena mereka percaya apa yang mereka lakukan tidak akan membawa perbedaan.
4.
Proses
Seleksi
Manusia merupakan bagian dari lingkungan tempat dimana mereka berbeda.
Kemampuan individu untuk memilih aktivitas dan situasi tertentu, turut
mempengaruhi dampak dari suatu kejadian. Individu cenderung menghindari
aktivitas dan situasi yang diluar batas kemampuan mereka. Bila individu merasa
yakin bahwa mereka mampu menangani suatu situasi, maka mereka cenderung tidak
menghindari situasi tersebaut. Dengan
adanya pilihan yang dibuat, individu kemudian meningkatkan kemampuan, minat dan
hubungan sosial mereka yang lainnya.
1.2.5 Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Self Efficacy
Bandura (dalam Anggrosowani, 2019) menyatakan bahwa faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi self efficacy pada
diri individu antara lain :
1.
Budaya
Budaya mempengaruhi self efficacy
melalui nilai (values), kepercayaan (belief). Dan proses pengaturan diri (self regulatory proces) yang berfungsi
sebagai sumber penilaian self efficacy dan
juga sebagai konsekuensi dari keyakinan akan self efficacy. Dengan demikian melalui kepercayaan LC/PUS akan
manfaat tes pap smear akan mempermudah.
2.
Jenis
Kelamin
Jenis kelamin juga berpengaruh terhadap self
efficacy. Hal ini dapat dilihat dari penelitian Bandura (1997) yang
menyatakan bahwa wanita self efficacy
lebih tinggi dalam mengelola perannya. Wanita yang memiliki peran selain
sebagai ibu rumah tangga juga sebagai wanita karir akan memiliki self efficacy yang tinggi dibandingkan
dengn pria yang bekerja.
Pada penilitian yang lainnya pada beberapa bidang pekerjaan tertentu pria
memiliki self efficacy yang lebih
tinggi dibandingkan dengan wanita, begitu juga sebaliknya self efficacy wanita unggul dalam beberapa pekerjaan dibandingkan
dengan pria. Pria biasanya memiliki self
efficacy yang tinggi dengan pekerjaan yang menuntut ketrampilan teknis
matematis. Kanker serviks banyak menyerang seorang wanita dengan demikian peran
wanita untuk melakukan tes pap smear akan sangat penting bagi kesehatan yang
lebih baik di masa mendatang.
3.
Intensif
eksternal
Faktor lain yang dapat mempengaruhi selfefficacy individu adalah intensif yang diperolehnya. Bandura
menyatakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan self efficacy adalah competent contingens incentive, yaitu
intensif yang diberikan oleh orang lain yang merefleksikan keberhasilan
seseorang. Dukungan berupa suport dan memperhatikan perkembangan di sebelum
maupun sesudah pemeriksaan. Dukungan tersebut bisa didapatkan melalui suami,
anak, teman, maupun orang lain.
4.
Status
atau peran individu dalam lingkungan
Individu akan memiliki status yang lebih tinggi akan
memperoleh derajat kontrol yang lebih
besar sehingga self efficacy yang
dimilikinya juga tinggi. Sedangkan individu yang memiliki status yang lebih
rendah akan memiliki kontrol yang lebih kecil sehingga self efficacy yang dimilikinya juga rendah. Semakin tinggi tingkat
pendidikan maka pengetahuan yang didapatkan akan semakin mempengaruhi LC dalam
melakukan tes pap smear.
2.1.6
Fungsi Self
Efficacy
Menurut Bandura (dalam Anggrosowani,
2019) self efficacy memiliki fungsi
dan berbagai dampak dari penilaian self
efficacy sebagai berikut :
1.
Pemilihan
aktivitas
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia seringkali
dihadapkan dengan pengambilan keputusan, meliputi pemilihan tindakan dan
lingkungan sosial yang ditentukan dari penilaian efficacy manusia tersebut. Seseorang cenderung untuk menghindardari
situasi yang diyakini melampaui kemampuan dari mereka, dan sebaliknya mereka
akan mengerjakan sesuatu yang dinilai mampu untuk mereka lakukan. Self efficacy yang tinggi akan dapat
memacu keterlibatan aktif dalam suatu kegiatan atau tugas yang kemudian akan
meningkatkan kompetensi seseorang. Sebaliknya, self efficacy yang rendah dapat mendorong seseorang untuk menarik
diri dari lingkungan dan kegiatan sehingga dapat menghambat perkembangan
potensi yang dimilikinya.
2.
Usaha
dan Daya tahan
Penilaian terhadap efficacy
juga menentukan seberapa besar usaha yang dilakukan seseorang dan seberapa lama
ia akan bertahan dalam menghadapi hambatan atau pengalaman yang tidak menyenangkan.
Semakin tinggi self efficacy
seseorang maka semakin besar dan gigih pula usaha yang dilakukan. Ketika dihadapkan
dengan kesulitan, individu yang memiliki self
efficacy yang tinggi akan mengeluarkan usaha yang besar untuk mengatasi tantangan tersebut.
Sedangkan orang yang meragukan kemampuannya akan mengurangi usahanya atau
bahkan menyerah sama sekali.
3.
Pola
berpikir dan reaksi emosional
Penilaian mengenai kemampuan seseorang juga mempengaruhi
pola berpikir dan reaksi emosionalnya selama interaksi aktual dan terinspirasi
dengan lingkungan. Individu yang menilai dirinya memiliki self efficacy rendah merasa tidak mampu dalam mengatasi masalah
atau tuntutan lingkungan, hanya akan terpaku pada kekurangannya sendiri dan
berpikir kesulitan yang mungkin timbul lebih berat dari kenyataanya.
Self
efficacy juga dapat
membentuk pola berfikir kausal. Dalam mengatasi persoalan yang sulit, seseorang
yang memiliki self efficacy yang
tinggi akan menganggap kegagalan terjadi karena kurangnya usaha yang dilakukan.
Sedangkan orang yang memiliki self
efficacy rendah lebih menganggap kegagalan disebabkan kurangnya kemampuan
yang ia miliki.
2.1.7
Pengaruh Self
Efficacy Pada Tingkah Laku
Menurut Bandura (dalam Anggrosowani, 2019) self efficacy akan mempengaruhi
bagaimana individu merasakan, berfikir, memotivasi diri sendiri, dan bertingkah
laku. Self efficacy atau kapabilitas
yang dimiliki individu akan mempengaruhi tingkah lakunya dalam beberap hal,
seperti :
1.
Tindakan
individu, self efficacy menetukan
kesiapan individu dalam merencanakan apa yang harus dilakukannya. Individu
dengan keyakinan diri tinggi tidak mengalami keragu-raguan dan mengetahui apa
yang harus dilakukannya.
2.
Usaha,
self efficacy mencerminkan seberapa
besar upaya yang dikeluarkan individu untuk mencapai tujuanya.
3.
Daya
tahan individu dalam menghadapi hambatan atau rintangan dan keggalan, individu
dengan self efficacy tinggi mempunyai
daya tahan yang kuat dalam menghadapi rintangan atau kegagalan, serta dengan
mudah mengembalikan rasa percaya diri setelah mengalami kegagalan. Individu juga
beranggapan bahwa kegagalan dalam mencapai tujuan adalah akibat dari kurangnya
pengetahuan, bukan karena kurangnya keahlian yang dimilikinya. hal ini membuat
individu berkomitmen terhadap tujuan yang ingin dicapaainya. Apabila individu
telah memiliki pilihan karir yang sesuai dengan minatnya, maka ia tidak akan mudah
menyerah jika menemukan hambatan dalam proses pencapaian tujuannya. Individu
akan menganggap kegagalan sebagai bagian dari proses, dan tidak menghentikan
usahanya.
4.
Ketahanan individu terhadap keadaan tidak nyaman, dalam
situasi tidak nyaman, individu dengan self
efficacy diri tinggi menganggap sebagai suatu tantangan, bukan merupakan
sesuatu yang harus dihindari. Ketika individu mengalami keadaan tidak nyaman
dalam usaha untuk mencapai tujuan yang diminati, ia akan tetap berusaha
bertahan dengan mengabaikan ketidaknyamanan tersebut dan berkonsentrasi penuh.
5.
Pola
pikir, situasi tertentu akan mempengaruhi pola pikir individu dengan self efficacy tinggi pola pikirnya tidak
mudah terpengaruh oleh situasi lingkungan dan tetap memiliki cara pandang yang
luas dari beberapa sisi. Cara pandang individu yang luas memungkinkan individu
memiliki alternateif pilihan karir yang banyak dari bidang yang diminati.
6.
Stress
dan depresi, bagi individu yang memiliki self
efficacy rendah, kecemasan yang dibangkitkan oleh stimulus tertentu akan
membuatnya mudah merasa tertekan tersebut berkelanjutan, maka dapat
mengakibatkan depresi. Dalam upaya memilih karir yang sesuai dengan minatnya,
jika individu menganggap realitas sulitnya jalur yang harus ditempuh, prospek
dunia kerja dimasa depan dan sebagainya sebagai sumber kecemasan, dan individu
meragukan kemampuannya, maka individu akan menjadi lebih mudah tertekan.
7.
Tingkat
pencapain yang akan terealisasikan, individu dengan self efficacy tinggi dapat membuat tujuan sesuai dengan kemampuan
yang dimiliki serta mampu menentukan bidang karir atau pendidikan sesuai dengan
minat dan kemampuannya tersebut.
Dari hasil penelitian Ulfiana 2013 menunjukkan bahwa sebagian besar
responden sebanyak 81,1% mempunyai kemampuan diri mampu untuk melakukan pap
smear dan 18,9% responden tidak mampu melakukan pap smear. Kemampuan diri (self efficacy),
kemampuan diri dalam membangun representasi kepercayaan diri pada situasi
tertentu yang dimiliki seseorang sehingga mereka dapat melakukan coping pada situasi beresiko tinggi
tanpa kambuh ke kebiasaan mereka yang tidak sehat atau beresiko tinggi.
Seseorang yang mempunyai self efficacy
maka akan lebih besar mencapai ke arah tujuan dan lebih besar untuk mengadopsi
atau merekomendasi perilaku.
Orang yang memilih peran tinggi yakin bahwa dia akan berhasil, sehingga dia
akan melaksanakan tugasnya dengan cepat dan percaya diri. Sedangkan orang
dengan self efficacy yang rendah
yakin bahwa ia akan gagal. Dalam hal ini LC/WUS yang mempunyai usaha untuk
meningkatkan kesehatannya dengan cara mencegah ancaman penyakit kanker leher
rahim akan mampu melaksanakan usahanya itu dengan cara melakukan pap smear.